Selasa, 10 Maret 2015

YUP, I GAVE HIM FIVE. WASN’T IT ENOUGH?

November 11, 2012 at 2:08pm
Jakarta, Sabtu malam 10/11/12, ngelirik jam dinding (hampir jam 2 dinihari).
Sepertinya malam ini lagi kangen sesuatu, sesuatu yang ringan, yang bisa dinikmati sendiri, berdua, atau rame-rame (kaya brondong aja hehe…, weits jangan mikir macem2 dulu, brondong di Subang (kota asalku) adalah nama lain dari pop corn, yg sampai saat ini aku pun ga tau apa bahasa Jakarta untuk makanan ini.

Ok lah, mari kita mulai tulisan ini dari sebuah tempat yang disebut Brussel, ibu kota negara Belgia *jangan sesekali tanya aku mengapa tempat ini disebut demikian, karena kalaupun aku bisa memilih, aku lebih suka tempat ini dinamakan Bruce Lee hehe…*

Brussel 4 Desember 2011 (tak terasa hampir setahun)
Selepas sholat subuh sekitar jam 7an, iseng-iseng aku buka netbook, sahabat sejatiku yg selama ini menemani ke mana pun aku pergi, ngintip prakiraan cuaca: hujan rintik-rintik (abis dikeriting kali yeee), kisaran suhu 3° - 6°C. Beruntung sekali tahun ini salju terlambat turun, padahal tahun lalu salju sudah turun sejak pertengahan November. Udara cukup endurable menurut temanku, tp sebagai mahluk tropis yang cukup tahu diri, siap2 deh dengan 5 rangkap pakaian, lengkap dengan syal, winter coat, kaus kaki tebal, dan sepatu kets kesayangan…. Jeans? pasti….

Sarapan sepotong Croissant plus butter dan kopi susu panas cukup lah (bukan gw banget yax, abis di sini gada tukang nasi uduk or surabi kesukaanku :D). Ngelirik jam tangan… ops jam 8 lewat… yuk ah kita mulai acara Dora the Explorer. Aku dan 2 org teman bergegas menuju Bruxelles Central, stasiun kereta yang letaknya sekitar 15 menit berjalan kaki dari hotel tempat kami menginap. Yaaaah… jam segini masih gelap, para pemabuk masih sempoyongan di taman-taman kota, bahkan ada yang berani nyolek segala…. Kaboooor … *pasti ada yg lg ketawa geli hehe*

@Bruxelles Central: amaaaan, polisi dan anjing2nya berkeliaran di sana-sini. Kami bergegas mengamati jadwal perjalanan kereta yang terpampang di running text. Masih belum puas, kami pun masuk pusat informasi di stasiun itu. Ya ampuuun petugas informasinya yang sangat ramah itu sangat mirip dengan Tom Cruise, sayang kalo dilewatkan begitu saja… basa-basi sebentar, cabut deh…

Tiket sudah di tangan; masuk mini market, beli air mineral seperlunya. Tak terasa hampir jam 9, kami pun bergegas menuju jalur kereta yang akan membawa kami ke Luxembourg. Puluhan jalur kereta yang bertingkat-tingkat tidak membuat kami bingung karena semuanya well arranged. Setiap kedatangan kereta dan tujuannya dapat di lihat di running text yang tersebar di mana-mana (coba klo di manggarai begitu yah…, ngimpi kali, ga bakal ada jin yg sanggup ngabulin permintaan itu :D)

Perjalanan dengan kereta  Belgia – Luxembourg ga jauh beda dengan perjalanan Jakarta – Cirebon kali ya (anggap aja begitu). Orang keluar – masuk, datang dan pergi… biasa juga… Sesekali anak2 sekolah yang mirip Barbie bergerombol masuk, tertib dan tenang…

Sampe Luxembourg hampir tengah hari, tapi kami tak menemukan cahaya matahari di sana. Langit Luxembourg gelap gulita, hujan angin dan badai, daun dan ranting pepohonan terserak di mana-mana. Angin kencang itu pun bisa-bisanya mematahkan payung yang baru aku beli seminggu lalu di Jakarta *huftttt*.   Perjalanan sama sekali tidak menyenangkan… Sesekali aku mengamati restaurant yang tersebar di sekitar kota… huh gada yang nafsuin… frites, pasta, burger…. Karena ga nemu juga warteg sama warung padang, ya sudahlah terima nasib mampir di rumah makan Vietnam…. Lumayan lah nemu nasi curry, lebih dari cukup untuk mengenyangkan perut.

Tak banyak yang bisa dilihat di Luxembourg, kami hanya berputar-putar di down town, melihat bangunan2 tua yang sebagian difungsikan sebagai musium dan tempat beribadah…sesekali berhenti di taman-taman kota. Di pusat kota kebetulan ada pasar natal yg ramai dengan pernak-pernik khasnya. Di tempat ini aku hanya membeli lonceng kecil dg lambang negara Luxembourg buat menuh2in lemari di rumah aja :D

N It’s already 3 PM, bosen juga rasanya muter2 sambil ujan2an… yux kita balik aja ke Brussel sambil nyari kehangatan di dalam kereta. I was about to sleep ketika tiba-tiba melintas si jangkung imut yang nenteng gitar elektrik (ah pembawaannya yang nyantai mengingatkan saya pada belahan jiwa yg saat ini lagi di Manila; biasanya kalau kami ngumpul di Jakarta, tak bosan2nya dia memetik gitar atau memainkan keyboard, melantunkan Fur Elise kesukaanku)

Yeeeh… ternyata di Eropa yang katanya negara maju ga jauh beda sama di kita… tiba2 muncul pemuda berperawakan gempal yang malakin uang dari setiap penumpang… Dan taraaaat sampailah dia di tempatku sambil nyerocos ga keru2an dalam Bahasa Jerman. “Speak English”, sahutku sinis… Alhamdulillah lewaaat, si gempal itu pun menghampiri gitaris ganteng yang dengan dingin menanggapi omongannya sambil membuka kaleng bir… sukur, lewat juga… Di belakangku duduk serombongan anak2 muda cuek dari Amrik yang saking sibuknya ngobrol ga nyadar dg kehadiran si pemalak… (aku sempet nguping mereka terkagum-kagum dengan orang Eropa yang bisa menguasai banyak bahasa…. Huh apa kerennya, semua orang di Indonesia multilingual, sebut saja almarhum Mang Amak, tukang cukur di kampungku, dia fasih berbahasa Sunda, Indonesia, dan Cirebonan :D)

Sesekali aku melongok ke luar jendela, sore yang sepi…. Jarang kulihat orang berkeliaran di luar, kalaupun ada satu – dua orang, mereka terlihat sangat bergegas. Si preman gempal kembali menghampiri tempat kami, masih dua stasiun menuju Bruxelles Central… “Turun sini aja yux” kata temanku. “Boleh deh,nanti kita sambung metro (kereta khusus dalam kota) atau bis ke hotel”, sahutku. Kami turun dengan agak tergesa-gesa, sudut mataku masih melihat si preman itu mengikuti kami.

Stasiun kereta yang begitu bertumpuk-tumpuk…. Kami pun mencari jalur metro. Dengan santainya aku menggendong ranselku menuruni escalator (saat itu posisiku di tengah, dua temanku ada di depan dan belakangku). Tiba-tiba muncul segerombolan orang yang sangat terburu-buru, memecah posisi aku dan teman-teman. Aku pun dengan segera memindahkan ransel ke depan… Astagaaa… secepat itu pula ranselku sudah terbuka. Aku berbalik ke belakang, ya ampuuuun… di mana temanku?? Di belakangku ada cowok bule dg tampang sangar, ada bekas luka di dahi kirinya. Reflex mataku menangkap barang yang dia pegang…. Hey… itu kan tas pasportku, spontan kurebut tas itu dari tangan si pencuri…. Dan… PLAK… tamparan tanganku yang sangat keras mendarat di pipi kirinya “SH*T, YOU ID*OT”, bentakku garang. Si preman itu membela diri, nyerocos dalam bahasa Jerman, seakan2 dia tidak tau apa2.  kami pun menepi, aku mengecek isi tasku, Alhamdulillah utuh. Ga kebayang deh kalo pasportku hilang, pasti ribet ngurusinnya, belum lagi dideportasi. Mataku masih nyalang ketika kulihat si pencuri dan gerombombolannya menaiki escalator di seberang rel kereta, ada 4 orang, 3 laki-laki dan 1 perempuan… Hhhhh *tarik nafas*

Metro yang kami tumpangi membawa kami ke pusat kota Brussel. Ada gathering spot di sini, mirip dengan alun-alun yang dikelilingi oleh gedung-gedung kuno dg arsitektur yang amat megah. Cahaya laser yang menyinari gedung2 itu memantulkan gambar butiran-butiran salju yang jatuh di setiap gedung. Indah sekali… Lantunan Fur Elise mengingatkanku akan rumah yang kutinggalkan. Ah ya sudahlah, kini aku di sini.

Setelah melahap mash potato dan frites, kami bergegas menuju hotel. “How’s the trip?” sapa si bule ganteng pemilik hotel ramah. “It’s really terrible”, timpal temanku. “O, whass up?” tanya si bule. “We met pickpocket, fortunately we’re safe. She slapped him”, sahut temanku sambil melirik ke arahku… “Great!! U gave him five?” kata si bule dg ekspresi melongo yg lucu. “Yup, wasn’t it enough?” sahutku datar. Tau kenapa tuh tiba2 si bule ngajak toast… yah gpplah, sesekali….

Sampai di kamar, kami masih heboh dg kejadian tadi. “Ah gila lo, tampang preman lo keluar juga tadi…” kata temenku. “Pan biasa temenan sama preman Manggarai” sahutku. “Hey… didn’t u notice, he had a scar on his face?” sambungnya. “Yah, and a tattoo of a bird on his hand hehe…” jawabku sambil ngacir ke kamar mandi… *Nikmatnya berendem air panas di bath tub* Masih terbayang peristiwa rebutan tas passport dg pickpocket tadi, dan jelas sekali aku melihat tato di tangan kanannya, walaupun aku yakin itu bukan tato burung hehe…

Selepas shalat Isya, kuraih netbook dan langsung connect ke internet. Iseng2 aku buka travel warning di Brussel… ternyata benar, ada daerah2 tertentu yang tidak aman untuk pendatang, salah satunya adalah daerah tempat kami turun dari kereta tadi (ini contoh tidak benar temans, sebelum bepergian ke daerah lain jgn lupa baca2 dulu travel warningnya).

Di belahan dunia sana, sudah ada yg online. “How’s today trip?” sapanya. “just so so, kamu apa kabar?” jawabku. “Sedikit flu” sahutnya. “Td aku nampol copet yang hampir bawa kabur tas pasportku, gerombolannya ber4, tp Alhamdulillah we’re safe”, lanjutku. “Besok kamu lapor polisi yah, takutnya dia masih ngincer, pasti dia ngapalin tampang kamu tuh” ada nada khawatir dari seberang sana, sukur deh gumamku dalam hati. Yg di ujung sana masih melanjutkan “Nenek meninggal tadi malam… aku lg di Ninoy Aquino, pesawat take off sekitar satu jam lagi”. Aku tertegun sesaat, melirik jam tanganku, saat ini di manila sekitar jam 8 pagi, mudah2an dia bisa ngejar pemakaman Nenekku. Masih terbengong di depan netbook, gambaran2 satu persatu bermunculan… tampak  aku begitu tergesa-gesa membawa Nenekku ke ICU di RS Subang, tanda tangan ini itu dan segera bertolak ke Jakarta… Lusa aku harus mempresentasikan makalahku di salah satu universitas di Belgia. “Hey.. r u ok? Kamu istirahat dulu deh” tegur yang di seberang sana. “Ok, have a safe flight. Sampaikan salamku utk keluarga di Subang yah”. Perbincangan kami terputus… Gambaran-gambaran pun satu persatu bermunculan di antara kelelahanku. Sayup-sayup aku masih mendengar sirine mobil patroli polisi… kemudian semuanya senyap....


Gathering spot di pusat kota BrusselGathering spot di pusat kota Brussel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar