Senin, 23 Maret 2015

Globish dan Lingomixaholic

Mungkinkah kebiasaan nyampur2 bahasa ada kaitannya dg hobi makan nasi rames yg dicampur-campur? #edisiiseng

http://dosen.perbanasinstitute.ac.id/globish-dan-lingomixaholic/

Selasa, 10 Maret 2015

SETIA PADA KOMITMEN: SEBUAH PILIHAN????

Judul di atas itu aku temukan setelah tulisan ini hampir kuselesaikan. Overloaded, itulah gambaran otakku saat mengetik tulisan ini. Jadi ga heran klo tulisannya juga amburadul bin ajaib. Oia.., aku jg tdk bermaksud memenuhi seruan seorang teman yg blogger bgt itu untuk go-blog (mungkin tepatnya go-blogging X ye..:)) dan go-writing. Intinya, tulisan ini terlahir akibat iseng dan insomnia sajah…, so yg berminat baca keep smiling… keep reading..:).

Aku jd teringat status seorang teman (sebut saja X) di FB 2 hari yg lalu. Truz kenapa hrs huruf X.. mungkin itu perlu jd bahan prtanyaan jg, krn banyak hal yg rada2 extraordinary diawali dg huruf itu, let’s say X file, X ray dsbdsb. Kira2 dialog antara aku (fit) dg X di status itu spt yg berikut.

(X): Dear Alloh, aku sudah memilih, aku harus menjalaninya, walaupun kadang aku tidak menyukainya, tapi aku yakin Engkau mengetahui yang terbaik untukku (maap ya, kata2nya aku modifikasi .. tapi maksudnya sama kan?? *how do I know ya*);
(fit): haha.. itu namanya setia pada komitmen, tapi klow ada yg lebih baik knp ngga…;
(X): menurut lo trmsk pasangan hidup???;
(fit): WHAT??? Ganti pasangan hidup maksud lo?? Jangan salah, nobody can replace him *cie lebay bgt d ah*, tapi masalahnya adl gw ga demen ama yg namanya poligami, so gw hrs konsisten utk tdk melakukan poliandri wkwkwk..
(X): sableng lo…

Tapi kali ini aku tidak sedang ingin membahas poligami atau poliandri atau rolipolioli atau poli-poli lainnya yang berhubungan dengan makna bercabang (bercabang? *poon kale..* ya entah apalah istilahnya, yg jelas prefix poli itu mengandungi unsur yang tidak tunggal).

Truzz apa hubungannya dengan komitment?? Sebelumnya kita lihat dl deh apa sih komitmen itu. Oxford dictionary (2000:242) mennyebutkan 5 definisi komitmen, yakni (1) a promise to do sth or to behave in a particular way; (2) the willingness to work hard and give your energy and time to a job or an activity; (3) a thing that you have promised and agreed to do; (4) a fact of having to pay; (5) agreeing to use money, time or people in order to achieve sth.

Dengan kata lain ada 3 hal yg terkandung dalam sebuah komitmen, yakni promise (janji), agreement (kesepakatan), dan willingness (kemauan). Jika dlm sebuah komitmen ada 3 hal itu, pasti ada jalinan yg menghubungkan antara ketiganya.. (ya ngga seh??) Nah apa ya wujud jalinan itu???

Yux qta coba liat lg deh.., tolong koreksi jika salah ya..:)

Promise atau janji adalah kesediaan melakukan sesuatu. Jaman aku SD dulu orang selalu berkata “janji adalah utang”, it means org yg berjanji hrs menepati janjinya. Kesepakatan atau agreement adalah persetujuan antara dua belah pihak. Persetujuan menyiratkan adanya simbiosis mutualisme. Willingnes atau kemauan dalam istilah psikologi dapat diartikan sbg aktifitas psikis yg mengandungi usaha aktif untuk mencapai satu tujuan. Dalam istilah sehari-hari willingness dapat diterjemahkan sbg kehendak atau hasrat (yeelah aga2 srius neh). Nah, ketika seseorang sdh berjanji dan janji itu sudah menjadi kesepakatan, maka secara psikis akan timbul keinginan2 yang mendorong dia ke arah pemenuhan sebuah janji.

Lantas apakah setia pada komitmen itu merupakan satu pilihan???? Menurutku sih gitu. Orang sah2 aja untuk memilih setia atau tidak setia pd komitmen, termasuk dalam hal pasangan hidup dan pekerjaan. Masalahnya adalah pasti selalu ada konsekwensi dibalik pilihan qta. Nah… konsekwensi itulah yg seharusnya mnjadi bahan pertimbangan ketika kita dihadapkan pada satu pilihan. Tapi pasti selalu ada pilihan dalam hidup koq “life is a matter of choices”. Tinggal kembali pada cara kita memilih dan memilah saja. Jd (menurutku) adalah sesuatu yg salah jika qta hanya berdiam diri pada saat qta merasa tidak nyaman dengan pilihan qta. Do something to make everything better

Jakarta, Feb 23 2010
Ngantuuuuuuuuxxxxxxxxx

Special thanks to a friend of mine who has inspired me with her status on FB haha..
N a blogger for boosting my mood to write... :)

YUP, I GAVE HIM FIVE. WASN’T IT ENOUGH?

November 11, 2012 at 2:08pm
Jakarta, Sabtu malam 10/11/12, ngelirik jam dinding (hampir jam 2 dinihari).
Sepertinya malam ini lagi kangen sesuatu, sesuatu yang ringan, yang bisa dinikmati sendiri, berdua, atau rame-rame (kaya brondong aja hehe…, weits jangan mikir macem2 dulu, brondong di Subang (kota asalku) adalah nama lain dari pop corn, yg sampai saat ini aku pun ga tau apa bahasa Jakarta untuk makanan ini.

Ok lah, mari kita mulai tulisan ini dari sebuah tempat yang disebut Brussel, ibu kota negara Belgia *jangan sesekali tanya aku mengapa tempat ini disebut demikian, karena kalaupun aku bisa memilih, aku lebih suka tempat ini dinamakan Bruce Lee hehe…*

Brussel 4 Desember 2011 (tak terasa hampir setahun)
Selepas sholat subuh sekitar jam 7an, iseng-iseng aku buka netbook, sahabat sejatiku yg selama ini menemani ke mana pun aku pergi, ngintip prakiraan cuaca: hujan rintik-rintik (abis dikeriting kali yeee), kisaran suhu 3° - 6°C. Beruntung sekali tahun ini salju terlambat turun, padahal tahun lalu salju sudah turun sejak pertengahan November. Udara cukup endurable menurut temanku, tp sebagai mahluk tropis yang cukup tahu diri, siap2 deh dengan 5 rangkap pakaian, lengkap dengan syal, winter coat, kaus kaki tebal, dan sepatu kets kesayangan…. Jeans? pasti….

Sarapan sepotong Croissant plus butter dan kopi susu panas cukup lah (bukan gw banget yax, abis di sini gada tukang nasi uduk or surabi kesukaanku :D). Ngelirik jam tangan… ops jam 8 lewat… yuk ah kita mulai acara Dora the Explorer. Aku dan 2 org teman bergegas menuju Bruxelles Central, stasiun kereta yang letaknya sekitar 15 menit berjalan kaki dari hotel tempat kami menginap. Yaaaah… jam segini masih gelap, para pemabuk masih sempoyongan di taman-taman kota, bahkan ada yang berani nyolek segala…. Kaboooor … *pasti ada yg lg ketawa geli hehe*

@Bruxelles Central: amaaaan, polisi dan anjing2nya berkeliaran di sana-sini. Kami bergegas mengamati jadwal perjalanan kereta yang terpampang di running text. Masih belum puas, kami pun masuk pusat informasi di stasiun itu. Ya ampuuun petugas informasinya yang sangat ramah itu sangat mirip dengan Tom Cruise, sayang kalo dilewatkan begitu saja… basa-basi sebentar, cabut deh…

Tiket sudah di tangan; masuk mini market, beli air mineral seperlunya. Tak terasa hampir jam 9, kami pun bergegas menuju jalur kereta yang akan membawa kami ke Luxembourg. Puluhan jalur kereta yang bertingkat-tingkat tidak membuat kami bingung karena semuanya well arranged. Setiap kedatangan kereta dan tujuannya dapat di lihat di running text yang tersebar di mana-mana (coba klo di manggarai begitu yah…, ngimpi kali, ga bakal ada jin yg sanggup ngabulin permintaan itu :D)

Perjalanan dengan kereta  Belgia – Luxembourg ga jauh beda dengan perjalanan Jakarta – Cirebon kali ya (anggap aja begitu). Orang keluar – masuk, datang dan pergi… biasa juga… Sesekali anak2 sekolah yang mirip Barbie bergerombol masuk, tertib dan tenang…

Sampe Luxembourg hampir tengah hari, tapi kami tak menemukan cahaya matahari di sana. Langit Luxembourg gelap gulita, hujan angin dan badai, daun dan ranting pepohonan terserak di mana-mana. Angin kencang itu pun bisa-bisanya mematahkan payung yang baru aku beli seminggu lalu di Jakarta *huftttt*.   Perjalanan sama sekali tidak menyenangkan… Sesekali aku mengamati restaurant yang tersebar di sekitar kota… huh gada yang nafsuin… frites, pasta, burger…. Karena ga nemu juga warteg sama warung padang, ya sudahlah terima nasib mampir di rumah makan Vietnam…. Lumayan lah nemu nasi curry, lebih dari cukup untuk mengenyangkan perut.

Tak banyak yang bisa dilihat di Luxembourg, kami hanya berputar-putar di down town, melihat bangunan2 tua yang sebagian difungsikan sebagai musium dan tempat beribadah…sesekali berhenti di taman-taman kota. Di pusat kota kebetulan ada pasar natal yg ramai dengan pernak-pernik khasnya. Di tempat ini aku hanya membeli lonceng kecil dg lambang negara Luxembourg buat menuh2in lemari di rumah aja :D

N It’s already 3 PM, bosen juga rasanya muter2 sambil ujan2an… yux kita balik aja ke Brussel sambil nyari kehangatan di dalam kereta. I was about to sleep ketika tiba-tiba melintas si jangkung imut yang nenteng gitar elektrik (ah pembawaannya yang nyantai mengingatkan saya pada belahan jiwa yg saat ini lagi di Manila; biasanya kalau kami ngumpul di Jakarta, tak bosan2nya dia memetik gitar atau memainkan keyboard, melantunkan Fur Elise kesukaanku)

Yeeeh… ternyata di Eropa yang katanya negara maju ga jauh beda sama di kita… tiba2 muncul pemuda berperawakan gempal yang malakin uang dari setiap penumpang… Dan taraaaat sampailah dia di tempatku sambil nyerocos ga keru2an dalam Bahasa Jerman. “Speak English”, sahutku sinis… Alhamdulillah lewaaat, si gempal itu pun menghampiri gitaris ganteng yang dengan dingin menanggapi omongannya sambil membuka kaleng bir… sukur, lewat juga… Di belakangku duduk serombongan anak2 muda cuek dari Amrik yang saking sibuknya ngobrol ga nyadar dg kehadiran si pemalak… (aku sempet nguping mereka terkagum-kagum dengan orang Eropa yang bisa menguasai banyak bahasa…. Huh apa kerennya, semua orang di Indonesia multilingual, sebut saja almarhum Mang Amak, tukang cukur di kampungku, dia fasih berbahasa Sunda, Indonesia, dan Cirebonan :D)

Sesekali aku melongok ke luar jendela, sore yang sepi…. Jarang kulihat orang berkeliaran di luar, kalaupun ada satu – dua orang, mereka terlihat sangat bergegas. Si preman gempal kembali menghampiri tempat kami, masih dua stasiun menuju Bruxelles Central… “Turun sini aja yux” kata temanku. “Boleh deh,nanti kita sambung metro (kereta khusus dalam kota) atau bis ke hotel”, sahutku. Kami turun dengan agak tergesa-gesa, sudut mataku masih melihat si preman itu mengikuti kami.

Stasiun kereta yang begitu bertumpuk-tumpuk…. Kami pun mencari jalur metro. Dengan santainya aku menggendong ranselku menuruni escalator (saat itu posisiku di tengah, dua temanku ada di depan dan belakangku). Tiba-tiba muncul segerombolan orang yang sangat terburu-buru, memecah posisi aku dan teman-teman. Aku pun dengan segera memindahkan ransel ke depan… Astagaaa… secepat itu pula ranselku sudah terbuka. Aku berbalik ke belakang, ya ampuuuun… di mana temanku?? Di belakangku ada cowok bule dg tampang sangar, ada bekas luka di dahi kirinya. Reflex mataku menangkap barang yang dia pegang…. Hey… itu kan tas pasportku, spontan kurebut tas itu dari tangan si pencuri…. Dan… PLAK… tamparan tanganku yang sangat keras mendarat di pipi kirinya “SH*T, YOU ID*OT”, bentakku garang. Si preman itu membela diri, nyerocos dalam bahasa Jerman, seakan2 dia tidak tau apa2.  kami pun menepi, aku mengecek isi tasku, Alhamdulillah utuh. Ga kebayang deh kalo pasportku hilang, pasti ribet ngurusinnya, belum lagi dideportasi. Mataku masih nyalang ketika kulihat si pencuri dan gerombombolannya menaiki escalator di seberang rel kereta, ada 4 orang, 3 laki-laki dan 1 perempuan… Hhhhh *tarik nafas*

Metro yang kami tumpangi membawa kami ke pusat kota Brussel. Ada gathering spot di sini, mirip dengan alun-alun yang dikelilingi oleh gedung-gedung kuno dg arsitektur yang amat megah. Cahaya laser yang menyinari gedung2 itu memantulkan gambar butiran-butiran salju yang jatuh di setiap gedung. Indah sekali… Lantunan Fur Elise mengingatkanku akan rumah yang kutinggalkan. Ah ya sudahlah, kini aku di sini.

Setelah melahap mash potato dan frites, kami bergegas menuju hotel. “How’s the trip?” sapa si bule ganteng pemilik hotel ramah. “It’s really terrible”, timpal temanku. “O, whass up?” tanya si bule. “We met pickpocket, fortunately we’re safe. She slapped him”, sahut temanku sambil melirik ke arahku… “Great!! U gave him five?” kata si bule dg ekspresi melongo yg lucu. “Yup, wasn’t it enough?” sahutku datar. Tau kenapa tuh tiba2 si bule ngajak toast… yah gpplah, sesekali….

Sampai di kamar, kami masih heboh dg kejadian tadi. “Ah gila lo, tampang preman lo keluar juga tadi…” kata temenku. “Pan biasa temenan sama preman Manggarai” sahutku. “Hey… didn’t u notice, he had a scar on his face?” sambungnya. “Yah, and a tattoo of a bird on his hand hehe…” jawabku sambil ngacir ke kamar mandi… *Nikmatnya berendem air panas di bath tub* Masih terbayang peristiwa rebutan tas passport dg pickpocket tadi, dan jelas sekali aku melihat tato di tangan kanannya, walaupun aku yakin itu bukan tato burung hehe…

Selepas shalat Isya, kuraih netbook dan langsung connect ke internet. Iseng2 aku buka travel warning di Brussel… ternyata benar, ada daerah2 tertentu yang tidak aman untuk pendatang, salah satunya adalah daerah tempat kami turun dari kereta tadi (ini contoh tidak benar temans, sebelum bepergian ke daerah lain jgn lupa baca2 dulu travel warningnya).

Di belahan dunia sana, sudah ada yg online. “How’s today trip?” sapanya. “just so so, kamu apa kabar?” jawabku. “Sedikit flu” sahutnya. “Td aku nampol copet yang hampir bawa kabur tas pasportku, gerombolannya ber4, tp Alhamdulillah we’re safe”, lanjutku. “Besok kamu lapor polisi yah, takutnya dia masih ngincer, pasti dia ngapalin tampang kamu tuh” ada nada khawatir dari seberang sana, sukur deh gumamku dalam hati. Yg di ujung sana masih melanjutkan “Nenek meninggal tadi malam… aku lg di Ninoy Aquino, pesawat take off sekitar satu jam lagi”. Aku tertegun sesaat, melirik jam tanganku, saat ini di manila sekitar jam 8 pagi, mudah2an dia bisa ngejar pemakaman Nenekku. Masih terbengong di depan netbook, gambaran2 satu persatu bermunculan… tampak  aku begitu tergesa-gesa membawa Nenekku ke ICU di RS Subang, tanda tangan ini itu dan segera bertolak ke Jakarta… Lusa aku harus mempresentasikan makalahku di salah satu universitas di Belgia. “Hey.. r u ok? Kamu istirahat dulu deh” tegur yang di seberang sana. “Ok, have a safe flight. Sampaikan salamku utk keluarga di Subang yah”. Perbincangan kami terputus… Gambaran-gambaran pun satu persatu bermunculan di antara kelelahanku. Sayup-sayup aku masih mendengar sirine mobil patroli polisi… kemudian semuanya senyap....


Gathering spot di pusat kota BrusselGathering spot di pusat kota Brussel

Duka Itu Masih Ada

January 23, 2010 at 9:52pm
(Untuk Dona, Gandung, dan Teman2 XVI)

Kampus FIB, UI Depok,13 Maret 2 tahun lalu
Setelah makan siang, aku berjalan ke mushola kecil di pinggir danau. Sejuk rasanya berada di Mushola itu. Sejenak ku lemparkan pandangan jauh ke seberang danau. Ada banyak gedung di balik rimbunnya hutan kampus ini. Melihat danau itu.. aku teringat sebuah danau lain nun jauh di sana, di balik rimbunnya belantara. Lima memit lalu hujan baru reda. Jalanan setapak di sekitar hutan kampus ini lembab. Masih tercium bau debu tersiram air hujan... Aroma yang sangat aku sukai,seperti juga aku menyukai aroma belukar dan rumput-rumput liar. Dengan tanpa setahuku, aku mendapati diriku membelah hiruk-pikuk Raya Margonda. Langkah kakiku menuntunku menuju sebuah perumahan sederhana... ke sebuah rumah.... yang gambarannya jelas kudapati sampai jauh di alam bawah sadarku.  Sampai di depan pintu, aku ragu mengetuk...Terdengar jawaban salam dan langkah tergopoh dari dalam. Tak lama berselang seraut wajah tua muncul di balik pintu. Lipatan-lipatan kulit di wajahnya mengingatkanku pada Ibu, Ibuku yang juga semakin renta dirayapi usia, Ibuku yang selalu dengan ikhlas berpuasa dan sholat malam untukku... "Cari siapa Nak?" sapanya lembut, tetap saja aku terhenyak. Aku menyodorkan tanganku, dia menjabatnya...dingin rasanya... sampai ubun-ubun... "Saya temannya Mas Pras, Bu..." "Oh ya.., silahkan masuk Nak". Aku duduk perlahan di kursi beludru maroon. Masih seperti dulu.... Rumah ini masih seperti saat itu, ketika aku dan teman2 serta pejabat kampus mengantarkan jenazah Pras ke keluarganya. Hanya saja, wajah ibu bijak ini belum serenta sekarang. Masih segar dalam ingatanku, dia mencoba untuk tidak meneteskan air mata di depan gundukan tanah merah itu. Justru akulah yang rapuh, dalam setiap taburan bunga yang perlahan ku lepas dari tanganku menyeruak penyesalan dan caci maki untuk diriku sendiri. "Dia sekarang sudah aman di dalam bivaknya", ucapku setengah berbisik kepada Gandung yang saat itu berdiri di sampingku. Entahlah dia mendengarnya atau tidak, karena akupun tidak mengharapkan komentar dari mulutnya yang setengah tertutup rambut gondrong yang dipermainkan angin itu. Ah andai saja aku dapat memutar mesin waktu... 10 hari yang lalu aku bertemu Pras dengan wajah tenangnya (sungguh sangat mirip dengan Ibunya). 10 hari kemudian aku dan Gandung mengawalnya di dalam ambulance yang kami pinjam dari sebuah Rumah Sakit. Sepertinya aku mati rasa saat itu, mual, kunang-kunang. Tapi sungguh, aku mengharapkan tubuh kaku itu bangun dengan tiba-tiba dan memprotes kenapa dia diletakkan di blankar tanpa busana. Sampai Jakarta...., Minggu pagi... Tubuh itu diletakkan di sebuah ruangan. Sepertinya sudah ada yang mempersiapkan tempat untuknya, sekaligus mobil jenazah yang menghantarkannya ke rumah duka. Mualku sampai pada puncaknya, aku setengah berlari ke kamar kecil, mengeluarkan isi perut yang memang belum aku isi sejak kemarin sore. "Oh ... ini temannya Mas Pras ya..." suara laki-laki tua memporakporandakan rentetan peristiwa yang baru saja aku mengingatnya. "Iya Pa, Bagaimana Kabar Bapak? Sehat?" Aku mencoba menanggapi sapaannya. Ah.. wajah bapak inipun tak kalah renta.... Tapi aku selalu menyukai kesederhanaannya. Kamipun berbincang cukup lama, tentang kegiatan sehari-harinya yang selalu diisi di rumah, tentang rencananya untuk kembali ke desa, tentang anak-anak perempuannya yang sudah mulai bekerja...tentang... Ya Tuhan, aku kembali mengutuki diri sendiri... Bagaimana tidak, Pras adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini.. Anak laki-laki yang menjadi tumpuan harapan meneruskan garis keturunan... Mengapa dia harus hilang karena hipotermia, atau karena keteledoran, atau karena apalah namanya... Dadaku sesak... sama sesaknya setiap kali aku menyebut nama Pras dalam doaku. (Jakarta, 13 Maret 2009)
sahabats